Beda Gejala Radang Usus dengan GERD yang Perlu Anda Ketahui!
Gejala radang usus sering kali membuat penderitanya khawatir karena dapat menyerupai keluhan gangguan pencernaan lain, termasuk penyakit asam lambung atau GERD. Padahal, keduanya merupakan dua kondisi medis berbeda yang membutuhkan penanganan tidak sama. Untuk itu, penting bagi Anda mengenali perbedaan gejala, penyebab, hingga cara mengatasinya agar tidak salah langkah dalam menjaga kesehatan. Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai penyakit radang usus dan GERD, penyebabnya, gejala khas masing-masing, hingga perbedaan utamanya. Mari kita bahas satu per satu. Apa Itu Gejala Radang Usus? Radang usus atau inflammatory bowel disease (IBD) adalah kondisi peradangan kronis pada saluran pencernaan. Istilah ini mencakup dua jenis penyakit utama, yaitu: Merupakan peradangan yang menetap pada usus besar (kolon) dan rektum. Kondisi ini sering disertai luka (ulser) pada lapisan dinding usus sehingga menyebabkan pendarahan saat buang air besar. Peradangan yang bisa muncul di seluruh bagian saluran pencernaan, mulai dari mulut hingga anus. Berbeda dengan kolitis ulseratif yang terbatas pada usus besar, penyakit Crohn dapat menembus lapisan usus lebih dalam. Keduanya bersifat kronis, artinya bisa berlangsung seumur hidup dan mengalami fase kambuh (flare-up) serta remisi. Bila tidak ditangani, gejala radang usus bisa menimbulkan komplikasi serius, seperti penyumbatan usus, perdarahan berat, hingga risiko kanker usus besar. Apa Penyebab Radang Usus? Hingga saat ini, penyebab pasti gejala radang usus belum sepenuhnya diketahui. Namun, penelitian menunjukkan beberapa faktor berikut berperan besar: Sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melawan bakteri dan virus justru menyerang jaringan usus. Akibatnya, peradangan muncul secara terus-menerus. Risiko lebih tinggi terjadi pada orang yang memiliki keluarga dekat dengan riwayat penyakit radang usus. Pola hidup modern, paparan polusi, hingga gaya makan yang tinggi lemak dan rendah serat dapat meningkatkan risiko. Usia (sering terdiagnosis di usia 30-an), kebiasaan merokok, dan konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) berlebihan. Meski stres dan pola makan tidak secara langsung menyebabkan gejala radang usus, keduanya bisa memperburuk gejala saat penyakit kambuh. Gejala Radang Usus Setiap orang bisa mengalami gejala yang berbeda tergantung lokasi dan tingkat keparahan peradangan. Berikut beberapa gejala radang usus yang umum: Selain itu, radang usus juga dapat memengaruhi organ lain, seperti menyebabkan radang sendi, luka kulit, gangguan mata, hingga masalah saluran kemih. Pengobatan yang Disarankan untuk Radang Usus Pengobatan radang usus bertujuan untuk mengendalikan peradangan, meredakan gejala, dan mencegah kekambuhan. Perawatan biasanya disesuaikan dengan tingkat keparahan, mulai dari ringan hingga berat. 1. Obat-obatan 2. Tindakan Operasi Jika obat tidak lagi efektif, dokter dapat merekomendasikan operasi, seperti pengangkatan sebagian usus (kolektomi) atau perbaikan jaringan yang rusak. 3. Pemeriksaan Penunjang Agar diagnosis lebih akurat, dokter biasanya melakukan: Pendekatan komprehensif ini membantu menentukan terapi yang tepat bagi tiap pasien. Saran untuk Menjaga Tubuh agar Penyakit Tidak Kambuh Hidup dengan gejala radang usus memang menantang, tapi ada cara yang bisa bantu mengurangi risiko kambuhnya gejala, yaitu: Perhatikan pola makan Konsumsi makanan tinggi serat (buah, sayur, biji-bijian), makanan fermentasi (yoghurt, tempe, kimchi), serta sumber omega-3 seperti ikan berlemak. Jika ingin diet, konsultasikan dengan ahli gizi untuk plan makanan yang menutrisi tanpa memicu gejala. Hindari makanan pemicu Catat makanan yang membuat gejala memburuk, misalnya makanan pedas, berlemak, atau kafein. Tetap terhidrasi Minum cukup air untuk membantu fungsi pencernaan. Kelola stres Lakukan meditasi, olahraga ringan, atau konseling bila perlu. Berhenti merokok Terutama pada penderita penyakit Crohn, merokok terbukti memperburuk gejala. Rutin kontrol medis Lakukan pemeriksaan berkala, termasuk kolonoskopi bila direkomendasikan untuk memantau aktivitas penyakit dan deteksi komplikasi dini. Apa Itu Penyakit GERD? GERD (gastroesophageal reflux disease) atau penyakit asam lambung adalah kondisi ketika asam lambung naik ke kerongkongan akibat kelemahan otot sfingter esofagus bagian bawah (LES). Normalnya, LES berfungsi sebagai “pintu” yang mencegah isi lambung naik kembali. Namun pada GERD, otot ini melemah sehingga asam lambung bisa naik, menyebabkan iritasi dan nyeri ulu hati. GERD biasanya muncul minimal dua kali seminggu dan bisa menjadi kronis jika tidak ditangani. Gejala Penyakit GERD Gejala utama GERD adalah heartburn atau rasa terbakar di dada hingga ke leher. Namun, ada juga gejala lain, seperti: Gejala biasanya memburuk saat berbaring atau setelah makan dalam porsi besar. Penyebab Penyakit GERD GERD terjadi ketika LES melemah atau tidak menutup sempurna. Beberapa penyebab dan faktor risiko antara lain: 1. Kelemahan atau disfungsi sfingter esofagus bagian bawah (LES) LES normalnya menutup rapat setelah makanan masuk ke lambung. Bila LES melemah, mengendur, atau relaksasi yang tidak tepat terjadi, asam lambung dapat naik kembali ke esofagus. Melemahnya LES dapat disebabkan oleh faktor genetik, obat-obatan, atau kondisi medis yang memengaruhi tonus otot esofagus. 2. Hernia hiatus Hernia hiatus terjadi ketika bagian atas lambung mendorong ke atas melalui diafragma ke rongga dada, sehingga posisi LES berubah dan mekanisme penahan refluks terganggu. Kondisi ini membuat asam lambung lebih mudah naik ke kerongkongan meskipun LES masih relatif normal, dan sering dikaitkan dengan GERD yang lebih berat. 3. Obesitas Kelebihan berat badan meningkatkan tekanan intra-abdomen yang menekan lambung, sehingga isi lambung berisiko terdorong ke atas melalui LES. Obesitas berkaitan dengan frekuensi refluks yang lebih tinggi dan keparahan gejala GERD. 4. Gastroparesis (pengosongan lambung lambat) Saat pengosongan lambung melambat, makanan dan asam tetap berada di lambung lebih lama, meningkatkan kemungkinan refluks. Kondisi ini dapat diperburuk oleh diabetes, obat-obatan tertentu, atau gangguan saraf yang mengatur motilitas lambung. 5. Kehamilan Perubahan hormon selama kehamilan (progesteron) menyebabkan relaksasi otot, termasuk LES, sementara pembesaran rahim meningkatkan tekanan intra-abdomen. Bersama-sama, faktor ini membuat ibu hamil lebih rentan mengalami refluks dan gejala GERD. 6. Skleroderma dan penyakit jaringan ikat lain Penyakit autoimun seperti skleroderma dapat merusak otot-otot esofagus dan LES sehingga fungsinya menurun. Pada pasien dengan kondisi ini, GERD seringkali lebih persisten dan memerlukan pengelolaan khusus. 7. Obat-obatan tertentu Beberapa obat (seperti antikolinergik, beberapa obat asma, calcium channel blockers, sedatif, dan NSAID) dapat melemaskan LES atau mengiritasi mukosa esofagus, sehingga meningkatkan risiko refluks atau memperberat gejala yang sudah ada. 8. Kebiasaan gaya hidup Merokok, makan porsi besar, berbaring segera setelah makan, dan konsumsi alkohol/kafein dapat memperburuk fungsi LES dan meningkatkan kejadian refluks. Perubahan gaya hidup sering menjadi langkah awal pengendalian GERD. Baca juga: Penyakit Gerd: Mengenal Gerd Anxiety yang Rentan Diderita Anak Muda Faktor Pemicu Asam Lambung Naik Beberapa makanan dan kebiasaan dapat memperburuk gejala GERD, di antaranya: Perbedaan Radang Usus dengan GERD